Jumat, 27 Mei 2011

PELAYANAN TRANSFUSI DARAH


PELAYANAN TRANSFUSI DARAH
PENDAHULUAN
Strategi Palang Merah Indonesia (PMI) dalam visinya menetapkan agar dikenall secara luas sebagai organisasi kepalangmerahan dalam memberikan pelayanan kepada yang membutuhkan secara efektif dan tepat waktu dengan semangat kenetralan dan kemandirian.
Meskipun kegiatan transfusi darah sudah dirintis sejak masa perjuangan revolusi oleh PMI, namun baru melalui Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1980, pemerintah menetapkan peran PMI sebagai satu-satunya organisasi yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan transfusi darah di Indonesia.. Tugas ini ditegaskan pula melalui SK.Dirjen Yan Med No. 1147/ YANMED/RSKS/1991, tentang Petunjuk Pelaksana Peraturan Menteri Kesehatan No. 478/Menkes/Per/1990 tentang upaya kesehatan di bidang Transfusi Darah.
Target pelayanan transfusi darah adalah berupaya memenuhi kebutuhan darah yang bermutu, aman dan mencukupi serta dapat diperoleh dengan harga yang terjangkau.
Kini, kegiatan tersebut dapat dilayani di 165 Unit Transfusi Darah Pembina Darah dan Cabang tingkat Propinsi dan Daerah Tingkat II, yang tersebar di seluruh Indonesia. Hingga sekarang jumlah darah yang terkumpul baru sekitar 0,47% dari jumlah penduduk Indonesia, idealnya jumlah darah yang tersedia adalah berkisar 1% dari jumlah penduduk Indonesia.
Darah diperoleh dari sumbangan darah para donor darah sukarela maupun donor darah pengganti.
PROSEDUR TEKNIS PELAYANAN TRANSFUSI DARAH
Dalam melakukan pelayanan transfusi darah kepada masyarakat, PMI tidak hanya memfokuskan perhatiannya pada pendonor darah tetapi juga ke masyarakat yang pengguna darah. Karenanya menjadi penting untuk melakukan sosialisasi informasi mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan masalah transfusi darah kepada masyarakat luas, seperti " Bagaimana menjadi donor darah; Prosedur permintaan Darah; Pengelolaan Darah dan "service cost" (lengkapnya lihat "Serba-Serbi Transfusi Darah" )
BLOOD SCREENING ( Pemeriksaan uji saring darah)
Blood screening (pemeriksaan uji saring darah) merupakan salah satu tahap di dalam pengelolaan darah yang dilakukan PMI untuk mendapatkan darah yang betul-betul aman bagi pengguna darah (orang sakit).
Bahkan, untuk menghindari tercemarnya darah dari HIV, pemerintah mengeluarkan surat keputusan Menkes RI No.622/Menkes/SK/VII/1992 tentang kewajiban pemeriksaan HIV pada darah yang disumbangkan donor.
Pemeriksaan ini bersifat "mandatory", namun tidak bertentangan dengan resolusi Komisi HAM PBB, karena yang diperiksa bukan orang yang menyumbangkan darah melainkan darah yang akan ditransfusikan (prinsip unlinked Anonymous).
Saat ini tiap Unit Transfusi Darah Cabang (UTDC) telah melakukan uji saring terhadap 4 penyakit menular berbahaya yaitu syphilis, hepatitis B & C dan HIV/AIDS. Apabila ada donor darah yang dicurigai terinfeksi dengan hasil test yang mendukung, maka dirujuk ke UTDP untuk dilakukan test ulang darah donor tersebut. Hasilnya dikembalikan ke UTDC yang bersangkutan.

Berhubung tindakan selanjutnya masih di bawah wewenang Depkes, maka PMI bekerjasama dengan RSCM untuk melakukan test Western Blot yaitu pemeriksaan untuk memastikan seseorang tersebeut reaktif atau tidak. Di UTDD DKI Jakarta apabila dicurigai adanya infeksi HIV/AIDS maka dilakukan rujukan pasien ke LSM Yayasan Pelita Ilmu yang menangani Konseling dan Terapi.
Konseling Donor Darah
Khusus mengenai konseling sebenarnya UTD PMI telah mencoba untuk melakukan pre dan post konseling untuk hasil pemeriksaan darah yang positif terjangkit Sifilis, Hepatitis B & C. Dalam tahap pre konseling, sebelum pemeriksaan para donor diberitahu disertai penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan dari yang bersangkutan melalui lembar Inform Consent, bahwa jika hasil darahnya reaktif atau positif maka darah tersebut tidak akan digunakan untuk transfusi.
Sedangkan pada tahap Post Konseling, setelah hasil pemeriksaan darah donor dinyatakan positif, maka diadakan pemanggilan kepada yang bersangkutan melalui pos. Namun untuk kasus HIV dipanggil langsung. Kemudian diberitahukan kepada yang bersangkutan untuk tidak menjadi donor darah:
+ sampai hasil pemeriksaan darahnya negative pada sifilis ,
+ atau tidak menjadi donor darah untuk selamanya bagi pengidap HIV dan Hepatitis B&C.
Khusus untuk HIV, konseling belum dapat dilakukan karena:
+ Prinsip Unlinked Anonymous
+ Belum siapnya seluruh UTDC dan Pemerintah untuk melakukan konseling dan terapinya
KEBIJAKAN PMI MENGENAI HIV/AIDS
Sebagai bagian dari upaya penanggulangan HIV/AIDS secara nasional, PMI sebagai anggota Asian Red Cross and Red Crescent Task Force on AIDS (ART) memfokuskan kegiatan pencegahan secara nasional melalui:
§                    Penyediaan darah aman HIV/AIDS sesuai prosedur tetap (PROTAP)/SOP/PKS = Prosedur Kaya Standar. Sebagai upaya pencegahan HIV tersebut, 169 Unit Transfusi Darah Cabang (UTDC) PMI telah melakukan uji saring terhadap darah donor.
§                    Khusus DKI Jakarta memberikan pelayanan konseling terbatas kepada pendonor darah pada pra dan post saring darah terhadap HIV, melalui kerjasama dengan yayasan kesehatan dan LSM Perduli HIV/AIDS. Juga diupayakan agar kebijakan Pemerintah akan "unlinked anonymous" dapat ditiadakan secara bertahap dimulai dari kota-kota rawan HIV/AIDS.
§                    Memberikan bantuan perawatan keluarga bagi ODHA, dan dukungan lainnya sesuai kebutuhan.
§                    Memantapkan program Pendidikan Remaja Sebaya (PRS) dan Pendidikan Wanita Sebaya (PWS) dalam upaya meningkatkan ketahanan keluarga serta mengembangkan sikap anti stigma dan non-diskriminatif terhadap ODHA. Diadakan juga pengembangan PRS ke daerah luar Jawa, Bali dan NTB, serta pengembangan ke kelompok sasaran lain terutama kepada kelompok yang beresiko seperti anak jalanan, pekerja seks komersial dan pengguna Napza (Narkotika dan Zat Adiktif) terutama di Jawa, Bali dan NTB.
Semuanya itu merupakan wujud dari pelaksanaan kebijakan Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional terhadap penanggulangan HIV/AIDS melalui tiga pendekatan: promotif, preventif, serta upaya perawatan dan dukungan.
Dalam pendekatan promotif PMI secara simultan melakukan sosialisasi pesan dari kampanye anti stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dan keluarganya. Hal itu dilakukan lewat serangkaian kegiatan seperti seremoni tutup mata, penerbitan leaflet, stiker, siaran interaktif di radio, serta pemuatan tulisan mengenai HIV/AIDS di website PMI (www.palangmerah.org) dan IFRC (www.ifrc.org)
Dalam upaya preventif, PMI menerapkan prosedur uji saring darah dan program pendidikan remaja dan wanita sebaya (PRS & PWS). Untuk kasus HIV reaktif setelah uji saring darah, kebijakan Pemerintah hingga dalam pemeriksaan saat ini tetap Unlinked Anonymous, artinya UTD PMI hanya memeriksa darah donor tanpa mengetahui atau memeriksa donornya (individu atau penderita).
Konseling
Pemerintah (Depkes) masih menerapkan Unlinked Anonymous karena hingga saat ini pemerintah belum sanggup menangani konseling penderita HIV dan belum mampu menyediakan pengobatan yang murah untuk ODHA. Hal inilah yang masih menjadi kendala hingga saat ini sehingga UTD PMI yang sudah mampu mencoba membantu dengan melakukan konseling terbatas hanya kepada pendonor darah.
Saat ini baru UTDD DKI Jakarta yang dalam waktu dekat ini akan melakukan pre dan post konseling untuk Sifilis, Hepatitis B&C serta HIV yang akan ditangani oleh beberapa konselor di UTDD DKI yang telah terlatih.
Khusus untuk penanganan kasus HIV, UTDD DKI telah bekerjasama dengan Yayasan Pelita Ilmu (YPI) yaitu membuat jaringan rujukan dan memberikan pelatihan bagi konselor. Kerjasama ini telah berlangsung selama beberapa bulan dengan cara merujuk kasus HIV reaktif ke YPI untuk konseling, penanganan dan pengobatan lebih lanjut.
Bagi penderita HIV Positif yang pernah menjadi donor darah dan telah bergabung dengan YPI akan memberitahu UTDD DKI bahwa dirinya pernah menjadi donor dan berpesan agar darahnya jangan lagi digunakan untuk transfusi. Para ODHA (orang yang hidup dengan HIV/AIDS) ini sangat efektif jika turut dilibatkan sebagai penyuluh sebagai upaya preventif HIV/AIDS.
Sedangkan dalam hal perawatan dan dukungan terhadap ODHA dan keluarganya PMI telah berusaha membantu yaitu dengan :
1.                Klinik Kesehatan Terpadu (Drop in Centre) di PMI Cabang Sorong,
2.                Pengobatan gratis bagi masyarakat miskin dan anak jalanan terutama  bagi penyakit menular seksual di PMI Cabang Jawa Tengah,
3.                Pelatihan perawatan keluarga atau orang sakit di rumah termasuk perawatan ODHA yang diikuti oleh keluarga ODHA yang membutuhkan.

KEBIJAKAN PMI DALAM PROGRAM TERPADU PEMERINTAH " ALIANSI PITA PUTIH INDONESIA (APPI)"
Aliansi Pita Putih Indonesia (APPI) merupakan gabungan dan kerjasama berbagai elemen yang memiliki latar belakang berbeda yang bersifat homogen dalam misi dan visi. Aliansi ini dibangun atas dasar kesetaraan dan kebersamaan serta kepedulian terhadap upaya penyelamatan ibu hamil, melahirkan, nifas dan bayi yang dilahirkan. Dan PMI khususnya Unit Transfusi Darah termasuk salah satu jaringan kerja yang dimiliki oleh APPI.
PMI dalam APPI mengambil peran sebagai faktor pendukung yakni dalam hal menyediakan ketersediaan darah. UTD sebagai bagian dari PMI, berperan dalam mengatasi faktor klinis tersebut, di antaranya dengan memberikan pelayanan tepat waktu dan aman, sehingga ibu dan bayi selamat. Sehingga PMI yang tergabung dalam Komite KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) berperan dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia di masa yang akan datang.

1. DONOR DARAH
a. Syarat-syarat Teknis Menjadi Donor Darah :
§                    umur 17 - 60 tahun
( Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat ijin tertulis dari orangtua. Sampai usia tahun donor masih dapat menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan dokter )
§                    Berat badan minimum 45 kg
§                    Temperatur tubuh : 36,6 - 37,5o C (oral)
§                    Tekanan darah baik ,yaitu:
Sistole = 110 - 160 mm Hg
Diastole = 70 - 100 mm Hg
§                    Denyut nadi; Teratur 50 - 100 kali/ menit
§                    Hemoglobin
Wanita minimal = 12 gr %
Pria minimal = 12,5 gr %
§                    Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak penyumbangan sekurang-kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.
b. Seseorang tidak boleh menjadi donor darah pada keadaan:
§                    Pernah menderita hepatitis B
§                    Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis
§                    Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah transfusi
§                    Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga
§                    Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi
§                    Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil
§                    Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar
§                    Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera, tetanus dipteria atau profilaksis
§                    Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica, measles, tetanus toxin.
§                    Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic
§                    Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
§                    Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
§                    Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
§                    Sedang menyusui
§                    Ketergantungan obat.
§                    Alkoholisme akut dan kronik.
§                    Sifilis
§                    Menderita tuberkulosa secara klinis.
§                    Menderita epilepsi dan sering kejang.
§                    Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh darah balik) yang akan ditusuk.
§                    Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya, defisiensi G6PD, thalasemia, polibetemiavera.
§                    Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril)
§                    Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.
2. BAGAIMANA MENDAPATKAN DARAH
a. Prosedur Permintaan Darah
§                    Dokter yang merawatlah yang menentukan pasien membutuhkan darah atau tidak
§                    Membawa formulir khusus rangkap 4 atau 5 untuk permintaan darah yang telah diisi oleh dokter yang merawat disesrtai contoh darah pasien dengan identitas yang jelas.
§                    Formulir dan contoh darah tersebut dikirim ke Bank Darah di rumah sakit atau laboratorium UTDC PMI setempat. Untuk Daerah Jakarta, darah dapat diperoleh di UTDD PMI DKI Jakarta, Jl. Kramat Raya No.47, apabila persediaan darah yang diminta oleh dokter tidak ada di bank darah rumah sakit tmaka bawalah donor pengganti ke UTDC setempat.
§                    Atas dasar permintaan dokter di RS tersebut UTDC melakukan pemeriksaan reaksi silang antara contoh darah donor dengan contoh darah pasien, yang memakan waktu lebih kurang 1,5 jam.
§                    Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan walaupun golongan darah pasien dengan golongan darah donor sama. Bila dalam pemeriksaan silang tidak terdapat kelainan maka barulah darah donor diberikan kepada pasien. Bila pada pemeriksaan ditemukan kelainan atau ketidakcocokan perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari sebab kelainan atau ketidakcocokan tersebut.


§                    MOBIL UNIT
Untuk penyumbangan berkelompok, mobil unit baru dapat melayani permintaan untuk menjadi donor darah sukarela jika minimal ada 40 orang perkelompok.
Wilayah di luar DKI Jakarta, dapat menghubungi Unit-Unit Transfusi Darah PMI Cabang , seperti berikut :
3. PENGELOLAAN DARAH & BIAYA PENGGANTIAN PENGELOLAAN (Service Cost )
Upaya kesehatan Transfusi Darah adalah upaya kesehatan yang bertujuan agar penggunaan darah berguna bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan . Kegiatan ini mencakup antara lain :pengerahan donor,penyumbangan darah, pengambilan, pengamanan, pengolahan, penyimpanan, dan penyampaian darah kepada pasien.

Kegiatan tersebut harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai standar yang telah ditetapkan, sehingga darah yang dihasilkan adalah darah yang keamanannya terjamin. Demikian juga dengan donornya, donor yang menyumbagkan darahnya juga tetap selalu sehat.

Kelancaran pelaksanaan upaya kesehatan transfusi darah di atas sangat terkait dengan dukungan faktor ketenagaan, peralatan, dana dan sistem pengelolaannya yang hakikatnya kesemuanya itu memerlukan biaya.

Biaya yang dibutuhkan untuk proses kegiatan tersebut diatas adalah biaya pengelolaan darah ( Service Cost) , yang pada prakteknya manfaatnya ditujukan kepada pengguna darah di rumah sakit. Penarikan service cost/biaya pengelolaan darah untuk pemakaian darah dilakukan semata-mata sebagai penggantian pengelolaan darah sejak darah diambil dari donor sukarela sampai darah ditransfusikan pada orang sakit dan bukan untuk membayar darah.

Pengelolaan Darah
Yang dimaksud dengan pengelolaan darah adalah tahapan kegiatan untuk mendapatkan darah sampai dengan kondisi siap pakai, yang mencakup antara lain :
§                    Rekruitmen donor.
§                    Pengambilan darah donor.
§                    Pemeriksaan uji saring.
§                    Pemisahan darah menjadi komponen darah.
§                    Pemeriksaan golongan darah.
§                    Pemeriksaan kococokan darah donor dengan pasien.
§                    Penyimpanan darah di suhu tertentu
§                    Dan lain-lain.
Untuk melaksanakan tugas tersebut dibutuhkan sarana penunjang teknis dan personil seperti :
§                    Kantong darah.
§                    Peralatan untuk mengambil darah.
§                    Reagensia untuk memeriksa uji saring, pemeriksaan golongan darah, kecocokan darah donor dan pasien.
§                    Alat-alat untuk menyimpan dan alat pemisah darah menjadi komponen darah.
§                    Peralatan untuk pemeriksaan proses tersebut.
§                    Pasokan daya listrik untuk proses tersebut dan
§                    Personil PMI yang melaksanakan tugas tersebut
Peranan ketersediaan prasarana di atas sangat menentukan berjalannya proses pengolahan darah. Untuk itu pengadaan dana menjadi penting dalam rangka menjamin ketersediaan prasarana tersebut, PMI menetapkan perlunya biaya pengolahan darah ( service cost).
"Service Cost "
Besarnya jumlah Service Cost yang ditetapkan standar oleh PMI adalah sebesar Rp 128.500,- Namun demikian dalam prakteknya di beberapa rumah sakit, terutama swasta, jumlahnya bisa disesuaikan dengan keadaan RS-nya. oleh karena adanya kebijakan "subsidi silang". Bagi yang tak mampu, pembebasan service cost juga dapat dikenakan sejauh memenuhi prosedur administrasi yang berlaku.
"Service cost" tetap harus dibayar walaupun pemohon darah membawa sendiri donor darahnya. Mengapa demikian? Karena bagaimanapun darah tersebut untuk dapat sampai kepada orang sakit yang membutuhkan darah tetap memerlukan prosedur seperti tersebut diatas.

Demikian pula Service Cost tetap ditarik walaupun PMI telah menerima sumbangan dari masyarakat karena hasil sumbangan masyarakat tersebut masih jauh dari mencukupi kebutuhan operasional Unit Darah Daerah PMI DKI Jakarta.
Penarikan service cost di Jakarta khususnya dapat dilakukan di :
+ Rumah Sakit
Rumah sakit yang sudah mempunyai Bank Darah atau yang belum mempunyai Bank Darah tetapi permintaan darahnya banyak.
Kemudian UTDD PMI DKI akan menagih setiap bulan ke rumah sakit tersebut, berdasarkan jumlah pemakaian darah.

+ UTDD ( Unit Transfusi Darah Daerah ) PMI DKI Jakarta
Untuk rumah sakit-rumah sakit yang letaknya jauh dari UTDD dan permintaan darahnya sedikit/jarang maka service cost akan ditarik langsung oleh UTDD.
Setiap pembayaran service cost disertai tanda bukti pembayaran yang sah dari rumah sakit atau dari UTDD PMI DKI Jakarta.
4. PEMAKAIAN DARAH
+ Pemecahan Darah menjadi Komponen
Darah terdiri dari bagian-bagian atau komponen darah dengan fungsinya masing-masing. Komponen-komponen darah yang penting adalah eritrosit, leukosit, trombosit, plasma dan faktor pembekuan darah. Dengan kemajuan teknologi kedokteran, komponen-komponen darah tersebut dapat dipisah-pisahkan dengan suatu proses.
+ Pengguna Darah sesuai Komponen
Keuntungan terapi komponen darah, bagi penderita jelas, oleh karena hanya menerima komponen darah yang dibutuhkan.
Darah dapat pula disimpan dalam bentuk komponen-komponen darah yaitu: eritrosit, luekosit, trombosit, plasma dan faktor-faktor pembekuan darah dengan proses tertentu yaitu dengan Refrigerated Centrifuge.
5. GOLONGAN DARAH
Apakah Golongan Darah itu?
Golongan darah ditentukan adanya suatu zat/antigen yang terdapat dalam sel darah merah. Dalam system ABO yang ditemukan Lansteiner tahnu 1900, golongan darah dibagi:
Gol
Sel Darah Merah
Plasma
A
Antigen A
Antibodi B
B
Antigen B
antibodi A
AB
Antigen A & B
tak ada antibodi
O
Tak ada antigen
Antibodi Anti A & Anti B

0 komentar:

Posting Komentar