Sabtu, 23 April 2011

heMaToLogi(sel darah merah)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   SEL DARAH MERAH
Sel darah merah atau biasa disebut eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam hewan bertulang belakang. Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-paru dan insang, dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel darah merah tidak terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan.(Anonim,2008)
Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6 - 8 μm dan ketebalan 2 μm, lebih kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh manusia. Eritrosit normal memiliki volume sekitar 9 fL ( 9 femtoliter ). Sekitar sepertiga dari volume diisi oleh hemoglobin, total dari 270 juta molekul hemoglobin, dimana setiap molekul membawa 4 gugus heme.(Hoffbrand,1995)
Orang dewasa memiliki 2 – 3 × 1013 eritrosit setiap waktu ( wanita memiliki 4-5 juta eritrosit per mikroliter darah dan pria memiliki 5-6 juta. Sedangkan orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen yang rendah maka cenderung untuk memiliki sel darah merah yang lebih banyak). Eritrosit terkandung di darah dalam memiliki jumlah yang tinggi dibandingkan dengan partikel darah yang lain, seperti misalnya sel darah putih yang hanya memiliki sekitar 4000-11000 sel darah putih dan platelet yang hanya memiliki 150000-400000 di setiap mikroliter dalam darah manusia.(Bakta,2007)

1.2   PEMBENTUKAN  SEL  DARAH  MERAH ( HAEMOPOIESIS )
1.2.1    Tempat
              Janin 0 – 2 bulan  : indung telur ( yolk sac )
              Janin 2 – 7 bulan  : hati, limpa
              Janin 5 – 9 bulan  : sumsum tulang
              Bayi                                : sumsum tulang ( praktis semua tulang )
Dewasa                           : tulang belakang, iga, sternum,   tengkorak,   sakrum, dan pelvis, ujung proksimal femur.(Hoffbrand,1995)
1.2.2    Sel Asal Haemopietik
            Sel progenitor untuk jalur sel sumsum tulang utama : a. eritroid; b. granulositik dan monositik; c. megakariositik. Prekursor myeloid yang paling dini dideteksi membentuk granulosit, eritoblas, monosit dan megakariosit dan diberi istilah CFUGEMM ( CFU = Colony Forming Unit in culture media ). Progenitor yang lebih matang dan khusus dinamakan CFUGM ( Granulosit dan Monosit ), CFUE0 ( Eosinofil), CFUe ( Eritroid ) dan CFUmeg ( Megakariosit ), BFU e ( Burst Forming Unit, eritroid ) merupakan progenitor eritroid yang lebih dini daripada CFUe. Sumsum tulang adalah lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan sel asal ( stem cell ) yang dilengkapi sel stroma, sel lemak dan jaringan mikrovaskuler.(Hoffbrand,1995)
1.2.3    Eritropoiesis
Pronormoblas
( sel eritroid paling awal, sitoplasma biru tua dengan pewarnaan Romanowsky, nucleus di tengah, kromatin sedikit dan berkelompok )
Normoblas Basophilik
( dini ) 
Normoblas Polikromatik( antara )

Normoblas Piknotik 
( kromatin inti lebih padat, nucleus dikeluarkan )

Retikulosit 
( mengandung ribosomal RNA, memerlukan 1 – 2 hari dalam sumsum tulang dan beredar ke darah tepi  selama 1 – 2 hari )

Sel Darah Merah dewasa
(  RNA telah hilang, cakram bikonkaf tanpa nucleus )
  
Zat yang dibutuhkan untuk eritropoiesis :
1.      Logam : besi. Mangan dan kobalt
2.      Vitamin : vitamin B12, folat, vitamin C, vitamin E, vitamin B6, tiamin, riboflavin dan asam pantotenat.
3.      Asam amino
4.      Hormone : eritropoietin, androgen, tiroksin.(Hoffbrand,1995)

BAB II
ISI
2.1   Variasi Kelainan Besar Eritrosit ( SIZE )
   2.1.1    Makrositosis
                     Keadaan dimana diameter rata–rata eritrosit lebih dari 8,5 mikron dengan tebal rata-rata 2,2-2,3 mikron. Dapat ditemukan pada anemia megaloblastik, anemia aplastik / hipoplastik, leukemia, hipotiroidisme, penyakit saluran cerna dengan gangguan absorpsi, kegagalan ginjal, kehamilan, malnutrisi, dan post splenektomi. Makrosit dengan bentuk agak oval dengan diameter 12-15 mikron disebut megalocyt ditemukan pada anemia defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat.(Ranggani,1989)
         2.1.2    Mikrositosis
                     Keadaan dimana eritrosit kurang dari 7 mikron, tebal rata-rata 1,5-1,6 mikron. Dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi, thalasemia, keracunan tembaga, anemia sideroblastik, Idiopathie pulmonary hemosidrosis, anemia pada penyakit menahun.(Ranggani,1989)
         2.1.3    Anisositosis
                     Keadaan dimana ukuran besarnya eritrosit bervariasi, jadi terdapat makro, normo, dan mikrosit, sedang bentuknya sama. Ditemukan pada anemia kronika yang berat.(Ranggani,1989)

      2.2    Variasi Warna Eritrosit ( STAINNING )
         2.2.1    Normokromia
                     Keadaan eritrosit dengan konsentrasi Hb normal dan daerah pucat bagian tengah dalam batas normal.(Ranggani,1989)
         2.2.2    Hipokromia
                     Keadaan eritrosit dengan konsentrasi kurang dari normal. Bila daerah pucat di central melebar, terjadilah “ring erythrocyte” atau anulosit. Ditemukan pada thalasemia, hemoglobinopathi C atau E, anemia sideroblastik, dan penyakit menahun.(Ranggani,1989)
         2.2.3    Hiperkromia
                     Keadaan eritrosit dengan warna oxyphil yang lebih dari normal bukan karena kejenuhan Hb, melainkan karena penebalan membran sel. Ditemukan pada spherocytosis.(Ranggani,1989)
         2.2.4    Polikromasia
                     Keadaan eritrosit terdapat beberapa warna dalam sebuah lapang pandang sediaan darah apus eritrosit. Ditemukan pada eritropoeisis aktif, gangguan eritropoeisis ( myelosklerosis ), hdan hemopoeisis ekstramedular.(Ranggani,1989)
     
      2.3    Variasi Bentuk Eritrosit ( SHAPE )
         2.3.1    Poikilositosis
                     Keadaan terdapat bermacam-macam bentuk eritrosit dalam satu sediaan darah apus, misalnya pada hemoposis extramedullaris.(Illiawati,2008)
         2.3.2    Crenated cell / Echinocyte / Crenated Erythrocyte
                     Keadaan eritrosit mengkerut karena kehilangan cairan pada media hipertonis/dalam suasana lembab lama (sel dengan tepi berkelok – kelok).(Illiawati,2008)
         2.3.3    Schistosit / Fragmentosit
                     Keadaan adanya fragmen di sirkulasi, bentuk kecil dan tidak beraturan. Terjadi akibat peningkatan trauma mekanis intravaskuler dam mikroangiopati.(Illiawati,2008)
         2.3.4    Shapped Sel
                     Bentuk eritrosit seperti buah pear.(Ranggani,1989)
         2.3.5    Anulosit Sel
                     Central pollar pada eritrosit mengalami pelebaran.Ranggani,1989)
         2.3.6    Burr Cell / Sea Urchin Cell
                     Muncul akibat kesalahan waktu pembuatan apusan darah, manifestasi penyakit tertentu atau gangguan metabolism tubuh. Sel dengan tonjolan duri ( 10 – 30 buah ) karena pecahnya membran sel. Ditemukan pada anemia hemolitik, hepatitis, chirchosis hepatis, Pyruvate kinase deficiency, Ca gaster, Bleeding peptic ulcer, dan penyakit ginjal menahun.(Ranggani,1989)
         2.3.7    Ovalocyte / Elliptical Cell / Elliptocyte
                     Mempunyai bentuk yang sangat bervariasi yaitu oval, pensil, dan cerutu dengan konsentrasi Hb tidak hipokromik tapi berkumpul di kedua kutub sel. Ciri khas dari sel ini adalah bentuk silinder dan tengahnya pucat. Ditemukan pada Elliptositosis herediter ( lebih dari 95 % eritrosit berbentuk elliptosit ), anemia defisiensi besi, B12, asam folat, sickle cell anemia, thalasemia, hemolitik desease.(Ranggani,1989)
         2.3.8    Stomatocytes
                     Keadaan eritrosit pada bagian tengah sel mengalami pemucatan dan tidak berbentuk lingkaran tapi memanjang seperti celah bibir mulut. Ditemukan pada stomatositosis herediter, penyakit keganasan, anemia hemolitik, thalasemia, dan keracunan timah.(Ranggani,1989)
         2.3.9    Target Cell / Mexican Hat Cell / Bull’s Eye Cell
                     Keadaan dimana eritrosit dengan permukaan luas, bundar, tengahnya menonjol sehingga tampak lebih gelap dikelilingi daerah pucat, tepi sel terjadi penumpukan dan warna Hb seperti topi Meksiko. Dapat ditemukan pada thalasemia, penyakit hati, lecithin cholesterol acyl transferase defisiensi. (Ranggani,1989)

         2.3.10  Thorn Cell, Acanthocytes, Super cell.
                     Sel-sel tersebut termasuk dalam sel spikel ( spicule cell) yaitu eritrosit dengan tonjolan seperti duri yang lancip. Terjadi karena gangguan metabolism lipid. Ditemukan pada pyruvate kinase deficiency, post splenektomi, pengaruh pengobatan heparin. (Ranggani,1989)
         2.3.11  Spherocytes, Microshrerocytes, sperosit.
                     Sel-sel tersebut bundar, gelap, uniform, lebih kecil dari eritrosit. Bentuk eritrosit sferikdengan tebal 3 mikron dan diameternya kurang dari 5,3 mikron dan hiperkromik. Terdapat pada sferositosis herediter, anemia iso dan auto-immunohemolitik. (Ranggani,1989)
         2.3.12  Sickle Cell / Meniscocytes / Crescent Cell
                     Berbentuk menyerupai bulan sabit, lanset, dengan kedua ujung lancip. Terjadi karena gangguan oksigenasi sel, resistensi osmotic meningkat. Ditemukan pada penyakit homozygote Hb S, penyakit Hb SC, penyakit Hb S thalasemia sindrom, penyakit Hb I. (Ranggani,1989)
         2.3.13  Tear Drop Cell / Sel buah Pear.
                     Memiliki ukuran lebih kecil dari eritrosit normal, hipokromik karena distorsi fragmen eritrosit. Ditemukan pada anemia megaloblastik, Myelofibrosis, thalasemia. (Ranggani,1989)
         2.3.14  Helmet Cell / Dome Cell
                     Bentuk bundar, tepi sebagian cembung dan cekung
         2.3.15  Piknosit / Pyknocyte / Irregular Contracted Cell
                     Sel burr yang mengalami pengkerutan, tampak kecil dan hitam. (Ranggani,1989)

2.4    Variasi Kelainan-Kelainan Lain Eritrosit
   2.4.1    Stipling Basofilik / Punctatie Basophilia
                  Eritrosit dengan bintik-bintik granula halus, warna biru, multiple dan difus dalam eritrosit. Ditemukan pada intoksikasi timah, thalasemia minor dan anemia megaloblastik. (Ranggani,1989)
   2.4.2    Benda Pappenheymer / Siderocytes
                  Eritrosit dengan granula kasar, 1-10 buah dengan diameter ± 2 mikron. Dapat ditemukan  pada anemia sideroblastik, beberapa anemia hemolitik dan post splenektomi. (Ranggani,1989)
   2.4.3    Benda Heinz
                  Hasil denaturasi Hb yang telah berubah sifatnya, ukuran 1-2 mikron, tidak teratur, berwarna ungu gelap dekat membran eritrosit. Dapat ditemukan pada defisiensi G-6-PD, anemia hemolitik karena obat oksidansia, thalasemia, dan penyakit Hb Kohn. (Ranggani,1989)
   2.4.4    Cincin Cabot / Cabot Ring
                  Bentuk bulat / cincin atau seperti angka 8 dengan garis-garis pada sitoplasma eritrosit dengan warna merah atau biru keunguan. Hal ini menunjukkan adanya aktifitas regenerasi. Dapat ditemukan pada anemia perniciosa, thalasemia, sickle cell anemia. (Ranggani,1989)
   2.4.5    Benda Howell Jolly
                  Sisa pecahan inti eritrosit karena karyorrhexia, diameter rata-rata 1 mikron, warna ungu kehitaman. Ditemukan pada kelainan metabolism Hb, Infark limfa, post splenektomi, anemia megaloblastik dan steatorrhoea. (Ranggani,1989)
   2.4.6    Eritrosit Berinti / Nucleated Red Cell
                  Eritrosit muda bentuk metarubrisit, kadang dapat dijumpai pada normoblastemia. Dapat ditemukan pada penyakit hemolitik pada anak, kelemahan jantung kongestif, hypoxia, leukemia, dan metastase Ca sumsum tulang. (Ranggani,1989)
   2.4.7    Eritrosit yang mengandung parasit
               Parasit malaria ( Plasmodium sp ) dapat ditemukan dalam berbagai stadium.
                  Oroya fever / Bartonellosis : bentuk bulat, diameter 0,3-1 mikron, ada seperti batang dengan panjang 1-2 mikron dan lebar 0,2-0,5 mikron tersusun seperti huruf V atau Y. (Ranggani,1989)
              

                    

0 komentar:

Posting Komentar